Selasa, 23 Desember 2008

MISTIK PADA KUMPULAN CERPEN GODLOB KARYA DANARTO

PENDAHULUAN
Berbicara tentang sastra Indonesia berarti kita tidak lepas dari pembicaraan para pengarang beserta karya-karyanya yang lahir saat itu. Danarto adalah salah seorang pengarang yang namanya sering disebut-sebut hampir di setiap pembahasan sastra Indonesia modern. Karya-karya Danarto bersifat rohani, mistik, abstrak tetapi sekaligus konkret. Dalam setiap cerpen-cerpen Danarto terdapat keanehan-keanehan dan penyimpangan-penyimpangan dibanding dengan cerpen-cerpen pengarang lain.
Dalam analisis ini penulis hanya akan menganalisis unsur struktural yang di dalamnya terdapat unsur mistik. Salah satu karya Danarto yang terkenal adalah Godlob. Kumpulan cerpen ini disusun secara kronologis menurut waktu penciptaannya. Sebagian cerpen-cerpen Danarto sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal inilah yang menjadikan karya-karya Danarto banyak mendapat perhatian dan tanggapan dari dalam dan luar negeri. Cerpen-cerpen Danarto memberikan gambaran memesona tentang eksistensi manusia dari sudut pandang Jawa. Oleh sebab itu penulis mencoba menganalisis beberapa unsur mistik yang dituangkan dalam kumpulan cerpen Godlob.







PEMBAHASAN

Seperti yang kita ketahui karya-karya Danarto terkenal karena muatan mistiknya yang menonjol yang dituangkan dengan cara-cara yang inkonvensional. Untuk memahami karya sastra terutama cerpen-cerpen Danarto tidaklah semudah memahami karya sastra pengarang lain. Kita perlu mengembalikan pemikiran kita pada dunia sastra sebagai realitas imajiner yang berarti bahwa kenyataan itu hanya ada dalam angan-angan.Segala bentuk penciptaannya tidak harus tunduk pada realitas formal. Hal ini dapat terlihat jelas terutama pada struktur cerita yang dijalin Danarto sering penuh dadakan, kejadian-kejadian yang disusun di luar dugaan pembacanya. Tokoh-tokoh yang ditampilkan sering bukan tokoh yang berdarah daging sebagaimana manusia biasa.
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa cerpen-cerpen Danarto memiliki corak tersendiri, terutama yang menyangkut soal mistik. Untuk memahami tentu saja kita perlu memiliki sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan mistik sebab tanpa itu sudah pasti kita akan mengalami kesulitan dalam menelusuri njalan pikiran Danarto yang dituangkan melalui karyanya. Dalam hal ini penulis lebih menekankan unsur mistiknya karena hamper setiap karya Danarto terdapat masalah yang berhubungan dengan kerinduan makhluk dengan Kholiknya untuk mencapai persatuan, dalam aliran kebatinan jawa lebih dikenal dengan istilah manunggaling kawula gusti. Melalui gaya penceritaan Danarto yang khas , personifikasi, figurisasi atau setidak-tidaknya renungan-renungan terhadap faham sufistiknya bahkan mungkin konkretisasi ajaran sufisme. Hal ini tidak lain karena menurut anggapan Danarto bahwa mistik dalam karya sastra adalah suatu upaya untuk mencapai kemanunggalan dengan Tuhannya. Bagi danarto cerpen merupakan suatu struktur kalimat-kalimat yang tidak bermakna dan karya sastra tidak lain berfungsi sebagai enlighment, yaitu sebagai penerang bagi manusia dalam menyatukan diri dengan Kholik.
Berdasarkan hasil penelitian saya, unsur-unsur mistik dalam agama itu ditampilkan oleh Danarto dalam kumpulan cerpen Godlob melalui keempet poin berikut: mistik yang ditampilkan melalui tokoh, mistik yang dituangkan melalui gaya penceritaan, mistik yang menjadi tema dan mistik yang diwujudkan menjadi lambing. Berikut ini uraian dari keempat poin di atas.

1. Mistik yang ditampilkan melalui tokoh
Tokoh-tokoh yang ditampilkan Danarto bukanlah manusia
biasa akan tetapi digambarkan seperti manusia yang bisa marah, gembira, berdiskusi dan sebagainya. Mereka bisa menyerupai binatang, tumbuhan atau benda matiyang perbuatan dan pengalamannya melampaui kesanggupan manusia yang berdarah daging. Mereka menyerupai tokoh yang sakti dalam dunia pewayangan. Misalnya dalam cerpen “Armageddon” tokohnya angin, rerumputan, belalang dan batu. Dalam cerpen “Kecubung Pengasihan” tokohnya bunga kenanga, mawar, melati, kamboja, anggrek, sedap malam dan sebagainya.
Pembaca yang tidak terbiasa memahami atau mambaca cerpen-cepen Danarto mungkin akan mengalami kesulitan dalam mencerna isi bacaannya. Akan tetapi kalau kita mengetahui latar yang dianut Danarto , kita akan segera menyadari bahwa apa yang dilukiskannya sebenarnya wajar saja. Semuanya dapat dianggap sebagai perwujudan dari reinkarnasi manusia. Pergeseran sikap para tokoh itu sejalan, yaitu dalam proses menuju persatuan dengan dzat Ilahi. Jadi sesungguhnya Danarto tidak bertolak secara fisik, tetapi yang dipentingkan adalah sikap batin tokoh-tokoh itu sendiri. Setiap tokoh berfungsi untuk untuk mewakili sikap batin tertentu menurut konsepsi kebatinan. Dengan demikian wajar bila konflik-konflik yang dihadapi tokoh merupakan konflik yang bersikap batin pula. Dengan kata lain, tokoh-tokoh di sini hanya merupakan sarana untuk menghidupkan dan mengkonkretkan konsepsi kebatinan yang hendak diungkapkan didalamnya. Berikut ini beberapa contoh yang ditampilkan Danarto dalam Godlob. Tokoh yang mencapai taraf persatuan dengan Tuhan yaitu kere perempuan hamil dalam cerpen “Kecubung Pengasihan”. Tokoh ini sangat pasrah pada nasibnya , tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk bunuh diri dan tidak pernah marah walaupun orang-orang mengejeknya. Dikatakan oleh perempuan hamil itu:
“O,Pohon Hayatku! O, Permata Cahayaku!” hati perempuan itu menyanyi. “Lihatlah! Lihatlah! Aku lari keharibaan-Mu! Aku memenuhi undangan-Mu! Aku terima pinangan-Mu!...........”O, Kekasihku. Berakhirlah sudah laparku yang panjang dan pedih. Marilah kupeluk Engkau. Kucium bibir-Mu. Kupermainkan rambut-Mu O, Lautan Kebenaranku…dimana orang-orang yang sujud di sana itu tertegun dan jatuh pingsan melihat-Mu…….Dan engkau biarkan daku tetap tegak, karena rasa kepasrahanku yang dalam kepada-Mu……Biarlah…..biarlah……biarlah….laki-laki mencemoohkan aku. Anak-anak menertawakanku dan wanita melengos terhadapku. Biarlah……..biarlah. Mereka toh tidak tahu bahwa aku sedang mengandung Tuhan………”
Tokoh kere perempuan ini telah dilengkapi dengan segenap konsepsi kebatinan, sehingga ia memenuhi syarat untuk mencapai taraf persatuan dengan Tuhan. Lain halnya dengan tokoh Salome dalam cerpen “Asmaradana”. Tokoh ini masih sangat muda dan dikuasai oleh nafsu duniawi. Cara yang ditempuh agar Tuhan menampakkan dirinya sangatlah naïf. Misalnya dengan duduk bermalam-malam di atas punggung kudanya, tanpa makan dan minum. Dengan menanggalkan pakaiannya satu per satu. Kegagalan untuk melihat wajah Tuhan membuat merasa kalah dan menyerah. Sikap Salome ini hendak dikatakan oleh pengarang bahwa menempuh jalan kebatinan itu harus ada gurunya dan tidak menuruti kemauannya sendiri. Tokoh yang telah mencapai tingkat pemudaran adalah Ahasveros dalam cerpen “Labyrinth”. Kata ini berarti bangunan Yunani yang berada di bawah tanah, Lorong kecil dan bersimpang-siur, banyak tikungan sehingga orang yang masuk sukar keluar dari dalamnya. Cerita ini mengisahkan Ahasveros yang telah mengalami perkembangan rohani dari alam kodrati menuju alam adikodrati. Hal ini diperjelas ketika Ahasveros bunuh diri tetapi tidak mati, akhirnya dia pasrah pada nasibnya. Perkembangan selanjutnya ia tidak lagi merasa lapar atau haus, tetapi kemana-mana ia membawa duri jeruk bakal penyudet bengkak kakinya, kalau ia telah berjalan jauh dan mengambil istirahat panjang (Labyrinth:107). Penyerahan dirinya kepada Tuhan dilakukannya ketika ia sakit berat di sebuah gua disinilah ia melihat salib kosong terpancang di angkasa. Sejak itu ia tidak lagi membawa duri jeruk, ia tidak butuh apa-apa lagi. Pada saat itu Ahasveros berarti telah mencapai tingkat pemudaran, ia berada di alam adikodrati.
Demikianlah uraian mengenai mistik yang ditampilkan Danarto melalui para tokohnya.

2. Mistik yang diungkapkan melalui gaya penceritaan
Cara seorang penulis menyatakan pikiran dan ide-idenya
dalam karya-karyanya akan selalu melahirkan gayanya tersendiri. Oleh karena itu seorang penulis biasanya dapat dikenal dari cara dan gaya penceritaannya, atau dengan kata lain, antara penulis dan gaya penceritaannya tidak mungkin dapat dipisahkan. Gaya penceritaan yang dimiliki pengarang merupakan cirri khasnya sendiri. Dikatakan bahwa gaya adalah corak pribadi seorang pengarang dalam karya-karyanya.
Adapun faktor terpenting yang mempengaruhi seorang pengarang dalam gayanya adalah lingkungan sosial budayanya. Meskipun bermacam-macam lingkungan sosial budaya para pengarang dan mestinya mengakibatkan beragamnya gaya bercerita para pengarang tersebut , namun gaya penceritaan yang lazim digunakan cenderung seragam. Masing-masing pengarang tentu memiliki pengarang idola yang lebih senior, dan tidak mustahil mereka memakai (kalau tidak boleh dikatakan mengekor) secara tidak sadar atau tanpa sengaja kelebihan para idola mereka termasuk di sini gaya penceritaan. Akan tetapi, Danarto langsung memiliki ciri tersendiri yang tampak dalam terbitan cerpennya yang pertama. Dalam cerpen yang berjudul “ “ tampaklah gaya khas Danarto yang sekaligus menjadi teknik penyampaian khusus pula.
Sebagai pengarang yang berasal dari lingkungan sosial yang kebudayaan Jawa, ternyata gaya penceritaan Danarto dalam cerpen-cerpennya juga dipengaruhi oleh berbagai pandangan masyarakat Jawa. Para tokoh dalam cerpen-cerpennya diambil dari alam pikiran masyarakat dunia pewayangan dan sebagainya. Tokoh-tokoh itu tidak dihadirkan begitu saja, tetapi dicampur dengan imaji dan kreasi pengarangnya. Upaya seperti itulah yang menyajikan perlambangan dalam dunia nyata. Sistem perlambangan semacam itu merupakan suatu gaya penceritaan yang kha Danarto dan paling mendominasi karya-karyanya, baik perlambangan langsung maupun tidak langsung. Pengaruh latar belakang permasalahan yang kelihatan pada keseluruhan cerpen Danarto dan tidak tampak pada karya-karya pengarang lain ialah dalam menggambarkan berbagai segi pandangan aliran kebatinan yang memberikan suasana perjuangan batin dan jiwa manusia yang berusaha mencari jalan kembali kepada Tuhan. Pemilihan gaya-gaya itu ternyata sesuai sekali dengan suasana permasalahan yang diungkapkannya, yaitu permasalahan aliran kebatinan dan tasawuf yang peristiwa-peristiwa di dalamnya menuju kepada pengalaman mistik. Berikut ini gaya penceritaan Danarto untuk mengungkapkan suatu yang bersifat mistik.
“Engkau seorang ibu yang lembut, Rintrik,”kata pemuda sambil menghela nafas dalam-dalam. “Berapa anakmu?”“Aku tak beranak dan tak diperanakkan. Dari sabda aku lahir. Aku bukan manusia. Namaku benda mati atau debu atau batu tak berwarna tak berbau. Dan manakala perjalananku sampai di jantung-Nya, disitulah aku sesungguhnya menyatu. Aku lenyap. Alam semesta lenyap. Seluruhnya diserap lenyap.”
( :22)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Rintrik yang pekerjaan sehari-harinya menguburkan bayi-bayi hasil perzinahan orang lain bukanlah manusia biasa. Tokoh semacam ini tidak kita jumpai pada cerpen-cerpen pengarang lain. Suasana mistis sangat terasa ketika Rintrik merasa bersatu manakala perjalanan sampai di jantung-Nya. Tokoh kere perempuan hamil dalam “Kecubung Pengasihan” dilukiskan Danarto sebagai berikut:


“O, rahim semesta. Demikian agungkah engkau? Rahimku mengandung diriku sendiri, tempat aku bermain-main di dalamnya denga tentramnya. “Perempuan itu lebur jiwanya dan melayang-layang dalam angkasa hampa udara
(Kecubung Pengasihan:71)
Kutipan di atas sebenarnya hanya melukiskan tokoh wanita gelandangan hamil, namun gaya bercerita Danarto terasa sangat menonjol dan berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan renungan-renungan sehingga terasa kontemplatif. Pada suatu sore gelandangan hamil itu mendapatkan kolong jembatan, tempat ibadahnya telah runtuh dan hancur, ia pun menadahkan tangannya berdoa dengan nyanyian yang sendu.
“Ya, Allah
Undanglah daku
Dalam satu meja makan,
Kasih sayang
Dan bergurau bersahut-sahutan
Lalu Engkau berkata dengan senyum merekah
“Marilah kita bicara tentang segalanya”
Sejenak tangan kiri kita masing-masing berpegangan
Pada bibir meja.
Engkau julurkan secangkir teh padaku
Dan ketika jari-jari-Mu menggeser jari-jariku
Aduhai, perasaan yang bahagia menyelinap
Di hati masing-masing tanpa kita sadari

(Kecubung Pengasihan: 70)
Gaya penceritaan semacam ini berbentuk puisi dan merupakan salah satu gaya yang dimiliki Danarto secara khusus untuk mengungkapkan permasalahan yang berhubungan dengan aliran kebatinan yang berisi pengalaman-pengalaman tasawwuf dan kehidupan mistik. Segala sesuatunya dilukiskan dengan khidmat, seolah-olah pembacanya merasa terlibat dalam suatu doa yang khusyu.
Dalam cerpen “Armageddon” lukisan mengenai makhluk bekakrakan terasa seakan-akan kita sedang berhadapan langsung. Apabila direnungkan dengan baik, deskripsi makhluk aneh dan luar biasa ini membuat pembacanya berdiri bulu roma.
“Sejenak benda hitam itu melayang-layang berputar-putar kemudian dia atas bongkahan batu yang ada di depannya. Cahaya bulan meneranginya. Benda hitam itu adalah makhluk yang aneh. Berkepala tapi tak punya badan, dengan alat-alat tubuhnya di dalam yang masih utuh: kerongkongan, paru-paru, jantung, limpa, urat darah, urat syaraf, usus-ususnya, dan pada ujungnya mengangalah duburnya, sehingga ia merupakan makhluk yang mengerikan dan menjijikkan. Kepalanya yang bulat dan rambutnya yang kusut masai. Goresan-goresan wajahnya keras. Gigi-giginya ompong. Parit-parit keningnya seolah-olah dipahatkan dengan keras dan membayangkan derita yang panjang. Bekakrakan itulah namanya, terbangnya tinggi dan cepat seperti rajawali, hingga ia seperti laying-layang dengan rumbai-rumbai ekornya yang panjang berjuntaian.”
(Armageddon:77)
Demikianlah uraian tentang mistik yang diwujudkan pada gaya penceritaan. Semuanya itu dipergunakan untuk memperjelas gambaran, menarik perhatian dan membuat pembacanya berpikir sehingga menimbulkan renungan-renungan yang bersifat mistik.

3. Mistik yang menjadi tema
Dalam suatu penceritaan rekaan biasanya ada cerita yang diceritakan dan ada pula cara penceritaannya. Yang diceritakan itu dapat berupa pengalaman dan pemikiran yang berwujud suatu masalah. Hal-hal yang diceritakan disebut tema. Di dalam tema terdapat pandangan hidup dan cita-cita pengarangnya; bagaimana ia melihat persoalan itu. Tema dapat dikatakan baik secara eksplisit maupun implisit. Pengarang harus fakta dan tema menjadi pengalaman yang utuh. Demikian pula dalam kumpulan cerpen Godlob. Dalam buku ini memuat pandangan dan cita-cita pengarang tentang kehidupan ini khususnya tentang dunia kebatinan atau mistik. Oleh karena itu memahami karya-kaya Danarto harus bertolak dari dunia kebatinan jawa. Masalah-masalah yang dikemukakan diukur dengan ajaran mistik, karena itu dibicarakan persoalan reinkarnasi: Engkau mempercepat reinkarnasi. Petiklah kami yang pertama,”kata kenanga (Kecubung Pengasihan:56). Tentang kerinduan bertemu dan bersatu dengan Tuhan: Lantas apa yang engkau mau, Salome?” Tanya ibunya heran. “Cita-cita satu saja, melihat wajah Tuhan,”jawab Salome (Asmaradana:121). Tentang pembebasan batin dari jasmani atau dunia inderawi terdapat pada tokoh Rintrik, perhatikan kutipan berikut:
“Alam semesta dan isinya adalah kematian abadi, karena bergerak hanya karena digerakkan. Bukan bergerak sendiri. Aku adalah salah satu penghuni alam semesta ini. Aku adalah benda mati. Mana mungkin benda mati bisa merasakan penderitaan dan kebahagiaan ( :27)
Selain itu tema yang menyatakan tataran pengalaman mistik yang lebih tinggi dalam cerpen “Sandiwara Atas Sandiwara, ,Nostalgia, Kecubung Pengasihan, dan Abracadabra”.
Cerpen “Sandiwara Atas Sandiwara menceritakan seorang Rutras seorang kepala rombongan sandiwara keliling yang akan mementaskan lakon Hamlet, tetapi sekonyong-konyong penonton meminta lakon popok wewe saja. Seketika itu suasana menjadi kacau, gedung pertunjukan dibakar dan berakhir dengan kematian Rutras. Cerpen ini mempersoalkan kemurnian serta keinginan kembali kepada sumber. Dalam pandangan mistik jawa jalan ke kemurnian itu ditempuh dengan mengadakan jarak diripribadi dengan aspek material. Keinginan Rutras untuk langsung kepada sumber yang menggerakkannya, yaitu Tuhan. Alasan Rutras ingin kembali kepada sumber karena Rutras telah merasa bosan hidup dalam kepura-puraan seperti yang ada dalam sandiwaranya. Perhatikan kutipan berikut:
“Demikianlah. Sebab, kita ketahui sekarang sumber yang menggerakkan kita. Dan kenapa kita tak menuju langsung kepada sumber itu saja? Apa-apa yang kita terima dari sumber sudah tidak murni lagi, karena harus melewati pikiran dan perasaan yang berarti sudah bercampur dengan kotoran-kotoran.”
(Sandiwara Atas Sandiwara:35)
Keinginan Rutras akan kemurnian terlihat pada:
“Kau yakin, Rutras, bahwa kita lebih baik dari mereka?”
“Aku yakin. Dan sebaiknya aku tinggalkan saja lapangan yang
membosankan ini. Aku ingin menjaga punyaku sendiri,kemurnian. Aku
kira aku sudah tidak menyukai lagi kesenian.” (sansiwara Atas
Sandiwara: 37)
Cerpen “ “ mempermasalahkan kemurnian. Pandangan tokoh Rintrik tentang kemurnian terdapat pada:
“Di luar badai masih menggila dan terdengar sebatang pohon kelapa roboh. “Pertanda apakah ini semua, Rintrik?” Tanya seprang laki-laki tua.
“Hilangnya kemurnia”.
“Apakah kemurnian itu?”
“Kemurnian adalah sesuatu yang mulus, semacam keikhlasan yang tulus atau semacam batang padi yang timbul tanpa pamrih, apakah ia akan didera oleh penyeleweng-penyeleweng atau menjadi makanan seluruh rakyat. Ia tidak usah memikirkan itu…….”
( :18)
Percakapan-percakapan Rintrik menunjukkan pandangan mistik tentang kehidupan. Proses perjalanan mistik ini sampai pada puncaknya ketika Rintrik menyatakan keinginan yang terakhir. Perhatikan kutipan berikut:
Suasana sudah pada puncaknya.
“Untuk terakhir kalinya, apa keinginanmu?”
“Syahwat yang besar sekali.”
“Apa itu?”
“Melihat wajah Tuhan. ( :32)
Cerpen “Nostalgia” menggambarkan kerinduan Abimanyu untuk pulang. Dilukiskan dalam “Nostalgia” Abimanyu sampai pada pintu hakikat. Dengan tubuhnya yang penuh anak panah, Abimanyu berhasil mencapai kesadaran mistik tertinggi, ia berhasil mencapai kekekalan seperti tersebut di bawah ini:
“Janganlah persoalan saya. Abimanyu itu tidak ada. Tetapi justru di dalam ketiadaanku inilah, aku memperoleh arti sebenarnya: Tuhan. Akulah kekekalan.” (Nostalgia: 103)

Kerinduan seseorang untuk bertemu dan melihat wajah Tuhan menjadi tema cerpen Danarto yang berjudul “Asmaradana”. Dalam cerpen ini Salome sebagai tokoh utama memaksa Tuhan agar menampakkan wajah-Nya dan ia berusaha menimbulkan marah Tuhan dengan melakukan hal-hal yang melanggar ajaran Tuhan. Misalnya ia menari-nari sambil telanjang di atas punggung kudanya di tengah-tengah rakyat yeng berdemonstrasi meminta gandum kepada orang tua Salome, Tuhan tetap tidak mengirimkan apa-apa dan tidak menmpakkan wajah-nya. Sampai pada akhirnya Salome merasa kalah dan menyerah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: “Aku kalah, Tuhan. Aku menyerah……,”tangis Salome tersedu-sedu……(Asmaradana:141). Cerpen lain yang membawa kita ke alam supranatural ialah “Abracadabra”. Dalam cerpen ini Danarto mengambil tokoh terkenal dalam sastra dunia, yaitu Hamlet dan Horatio untuk menyampaikan pandangan mistiknya mengenai kehidupan kodrati yang ada di alam fana menuju alam adikodrati dunia supranatural. Tema cerpen ini menyangkut usaha untuk membebaskan diri dari nafsu jasmaniah untuk menyerahkan diri sesuai dengan ajaran tasawwuf. Dengan titik tolak pandangan tasawwuf ini berarti Danarto berusaha agar segi peristiwa yang lampau dan sekarang dapat bergerak bersamaan. Danarto menggunakan Hamlet untuk melukiskan keadaan dalam mengosongkan diri, melepaskan roh dari tubuhnya. Meninggalkan alam jasmaniah menuju alam adikodrati. Perhatikan kutipan berikut: Hamlet tidak menciptakan hidupnya sendiri. Jadi, roh itu melepaskan diri dari tubuhnya, pada saat yang sudah pasti,….(Abracadabra:147).
Judul cerpen ini dapat menunjukkan isi yang serba luar biasa dan loncatan pikiran serta suasana yang tidak teratur . Namun pandangan dari segi kebatinan dapat memberikan interpretasi yang jelas. Demikianlah pembicaraan mengenai tema. Pengambilan tema-tema mistik semacam ini jarang dilakukan oleh pengarang lain. Namun justru disitulah letak kelebihan Danarto, dalam dunia kesusastraan kita. Kelebihan Danarto khususnya dalam pemilihan tema ini menentukan sekali akan munculnya corak tersendiri di samping karya sastra yang sudah ada.
4. Mistik yang diwujudkan menjadi lambang
Cerita pendek yang terkumpul dalam kumpulan cerpen Godlob menceritakan perjuangan batin yang mencari jalan untuk kembali kepada Tuhan. Beberapa tokohnya mempunyai prinsip dasari tentang Tuhan, kebenaran Tuhan bukan tentang Tuhan itu sendiri. Perjuangan semacam itu merupakan usaha yang dilakukan di mana-mana tanpa memandang sejarah. Oleh karena itu pengarang mengambil nama-nama tokohnya dari kebudayaan dunia dan dari dunia pewayangan.
Kumpulan cerita pendek ini dapat dipandang sebagai pengkonkretan aliran kebatinan yang diungkapkan lewat sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Danarto bahwa seni berfungsi sebagai penerang bagaimana manusia menyatukan diri dengan Tuhannya.
Sebagaimana pendapat Danarto di atas, di dalam ceritapendek ini banyak dijumpai simbol-simbol yang berfungsi untuk menerangkan dan menarik pembacanya agar menimbulkan rasa ingin tahu. Berikut ini contoh perlambangan yang terdapat dalam kumpulan cerpen godlob yang mengarah pada unsur mistik.
Diantara Sembilan cerpen yang termuat dalam Godlob hanya sebuah cerpen yang tidak menggunakan judul kata, yakni cerpen yang ke dua “ “. Menurut pengarangnya simbol itu yang paling kena untuk cerita ini. Pengarang mengatakan bahwa simbol itu menunjukkan : 1) syahwat murahan yang digambarkan oleh pengemis dan kaum gelandangan di tembok-tembok pasar, lorong-lorong gelap; 2) cinta cengeng yang diimpikan oleh para teenagers kota-kota besar; 3) percintaan yang artistik dan kreatif oleh para seniman dan cendekiawan; 4)ma’rifat dan hikmat ketuhanan yang diimpikan oleh para rasul, nabi, wali,dan sufi. Tokoh utama cerita ini bernama Rintrik. Mengenai keadaan dirinya, pengarang melukiskan sebagai berikut:
Ia berada di tengah prahara itu dengan tentram bagai bayi tidur dalam buaian, tidak terusik sedikitpun oleh petir yang sambar-menyambar di atas ubun-ubunnya. Melihat cara kerjanya itu tentulah ia memiliki kekuatan jasmani yang luar biasa. Orang setua itu! Perempuan dan buta! Di dalam badai! Masih bekerja lagi!….. ( :12)

Sungguh miteriusnya suasana mistik yang diungkapkan Danarto pada tokoh ini. Dengan kutipan di atas, Rintrik memenuhi syarat untuk dilambangkan sebagai wanita sufi. Hal ini tampak juga pada keadaan Rintrik yang tidak pernah makan dan minum kecuali angin lewat di sekelilingnya. Lukisan semacam ini setidak-tidaknya melambangkan sosok pribadi yang berusaha keras mencari kebenaran Tuhan. Secara rohani Rintrik merasa telah sampai pada tingkat ma’rifat yaitu mempunyai pengetahuann tentang Tuhan. Lain halnya dengan tokoh Salome dalam “Asmaradana’. Keinginannya sama seperti Rintrik, melihat wajah Tuhan, tetapi cara yang ditempuh Salome sangatlah naïf. Tokoh ini melambangkan seorang wanita yang masih kuat dikuasai nafsu keduniawian dan gambaran tentang Tuhan bersifat inderawi. Perbuatannya yang aneh-aneh dan menggemparkan, misalnya menanggalkan pakaian satu per satu di hadapan rakyat yang kelaparan melambangkan perbuatan orang yang putus asa.
Dilihat dari ajaran tasawwuf Salome belum mencapai tahap hakikat, karena salome untuk melihat wajah Tuhan masih ditempuh dengan hawa nafsu.
Cerpen lain yang melambangkan suasana mistik adalah “Abracadabra”. Judul cerpen ini memberikan arti konotasi yang mengarah pada mantra, semacam sim salabim. Dengan mantra ini seseorang dapat mencapai apa yang diinginkannya tanpa melalui proses yang panjang. Gambaran yang jelas tentang suasana mistik pada cerpen ini yaitu pada kalimat pembuka:
Jika itu sabda Tuhan, suruhlah batu menggoyangkannya.
Jika itu kebenran, suruhlah pohon menyanyikannya.
Jika itu kata bertuan, suruhlah binatang menuliskannya.
Jika itu roh, suruhlah manusia membikinnya.
(Abracadabra:142)
Cerpen “Labyrinth” yang berarti sebuah bangunan yang terdapat di bawah, terdiri dari bilik-bilik, lorong-lorong kecil yang bersimpang siur dan banyak tikungan sehingga orang yang ada didalamnya sukat keluar, mengiaskan tokoh utamanya yaitu Ahasveros. Tokoh ini melambangkan orang yang terkurung keyakinannyanyang membuatnya sulit untuk melepaskan diri. Akhir cerita ini Ahasveros lepas dari kerumitan itu sehingga ia melambangkan orang yang mendapat keyakinan baru yang mampu mengubah segala-galanya.
Cerita pendek selanjutnya adalah “Nostalgia” tokohnya bernama Abimanyu, ia tidak ingin kembali ke tempat tingalnya tetapi ingin kembali kepada rohnya. Keinginannya untuk kembali pada rohnya, diucapkannya pada saat menghadapi maut dalam perang baratayudha. Abimanyu melambangkan orang yang telah mengalami tahap pembasuhan jiwa yang hebat. Hal ini berkat wejangan dari seekor katak yang melambangkan guru pengetahuan kebatinan. Akhir cerita ini yaitu dibiarkannya Abimanyu menuju pintu hakikat.
Demikianlah gambaran suasana mistik yang terdapat pada kumpulan cerpen Godlob karya Danarto.





SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis ini, penulis menyimpulkan bahwa mistik dalam agama bersifat murni, tidak terpengaruh oleh daya kreasi dan imajinasi penganutnya. Sedangkan mistik dalam karya sastra khususnya kumpulan cerpen Godlob karya Danarto sudah tidak murni lagi karena sudah dicampur dengan daya kreasi dan imajinasi pengarangnya. Mistik ini hanya ada dalam agama, sed angkan media penyampaiannya bisa beragam salah satunya melalui karya sastra. Meskipun karya sastra banyak memuat unsur mistik tetapi pengarangnya belum tentu seorang mistikus. Pengarang mempelajari mistik untuk memperkaya pengalaman batin karena dengan cara seperti itu pengarang menjadi leluasa meramu ajaran mistik ke dalam karangannya.












DAFTAR PUSTAKA

Danarto. 1987. Godlob. Jakarta: Grafiti
Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Sundari, Siti, dkk. .1985. Memahami cerpen-cerpen Danarto. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa
Toegiman, Noer. 1985. Aspek-Aspek yang Dominan pada Himpunan Cerita Pendek Godlob Danarto. Yogyakarta: IKIP Yogya

2 komentar: